Senin, 18 Januari 2010

Hukum Pajak

1 Definisi Hukum Pajak

Definisi hukum pajak banyak dikemukan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah:

1 Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemunggut pajak dan rakatnya sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002)

2 Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui ka negara , sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukummantar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak) (Santoso Brotodiharjo:2003).

3 Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. (Bohari:2003,)

Didalam hukum pajak diatur mengenai beberapa hal diantaranya adalah: siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak, objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak, kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah, timbul dan hapusnya hutang pajak, cara penagihan pajak, cara mengajukan banding.

2 Fungsi Hukum Pajak

Fungsi hukum pajak adalah mengatur bagaimana pemindahan harta dari masyarakat sebagai individu (yang disebut wajib pajak) kepada publik melalui kas negara agar dapat berjalan dengan baik, teratur, tertib dan adil serta tidak menimbulkan kesewenang-wenganan dari pelaksana hukum sehingga fungsi budgetair dari pemungutan pajak dapat terlaksana dengan baik dan adil. (Djoned Gunadi: 2003, 32)

3 Tujuan Hukum Pajak

Tujuan hukum pajak pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tujuan hukum pada umumnya yang sangat luas dan dapat berbeda pendapat antara seorang ahli dengan seorang ahli yang lain. Pada umumnya tujuan hukum adalah meliputi timbulnya ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat, kefaedahan atau manfaat dari adanya hukum, kepastian di dalam pelaksanaannya, keadilan umum dan kepastian hukum.

4 Sistematika Hukum Pajak

Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formal.

4.1 Hukum Pajak Materiil

Hukum pajak materiil adalah norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil mengatur tentang timbulnya, besarnya, terhapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah dengan Wajib Pajak. Contoh dari hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat tentang kenaikan denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus.(Siti Resmi:2008)

Apabila dalam undang-undang pajak khusus memuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum formal, maka hal ini harus diatur kembali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. Undang-undang yang memuat hukum pajak material dan formal yaitu;

a. Undang-undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

b. Undang-undang No.18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

c. Undang-undang No.21 Tahun1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.20 Tahun 2000 tentang Bea perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pengaturan hukum pajak material dan formal ini mengalami perubahan semenjak adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional (tax reform), dimana sebelumnya pengaturan antara Hukum Pajak Material dan Formal dijadikan satu. Hal itu dapat dilihat dalam Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd.) 1944, Ordonansi Pajak Perseroan (PPs.) 1925. Setelah adanya Pembaharuan Perpajakan Nasional tahun 1983, maka hanya ada satu Hukum Pajak Fornal yang digunakan untuk serangkaian Hukum Pajak Material. Pengaturan dengan cara lama mempunayai kelebihan lebih memungkinkan bagi ketentuan Hukum Pajak Formal untuk menyesuaikan dengan karakteristik dari Hukum Pajak Materialnya, dikarenakan yang dilayani oleh Hukum Pajak Formal Hanya satu. Adapun kelemahannya terutama bagi wajib pajak karena akan mempersulit dalam mempelajari dan memahami ketentuan pajak yang bgitu banyak dan beragam. Sedangkan pengaturan seperti yang ada sekarang ini mempunyai kelebihan yakni lebih sederhana dan memudahkan untuk dipelajari dan dipahami, tetapi kelemahannya sulit untuk menyesuaikan dengan ketentuan Hkum Pajak Material yang banyak dan memiliki karakteristik yang beragam, sehingga ketentuan Hukum Pajak Formal itu bersifat ketentuan umum dimana dalam undang-undang pajak material juga disisipkan ketentuan Hukum Pajak Formal tertentu yang merupakan ketentuan khusus. Misal undang-undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan undang-undang tentang Bea Materai.

4.2 Hukum Pajak Formal

Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan/ merealisasikan ketentuan hukum material. Hukum pajak formil dimaksudkan untuk memberi perlindungan pada fiskus dan Wajib Pajak, serta memberi jaminan bahwa hukum pajak materiilnya dapat dilaksanakan sesegera mungkin. Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain mengatur mengenai:

1 Surat pemberitahuan (baik masa maupun tahunan),

2 Surat Setoran Pajak,

3 Surat ketetapan pajak (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil )

4 Surat Tagihan,

5 Pembukuan dan pemeriksaan,

6 Penyidikan,

7 Surat Paksa,

8 Keberatan dan Banding,

9 Sanksi administratif, sanksi pidana, dll.

Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah diubah dengan Badan Peradilan Pajak antara lain mengatur mengenai:

1 Sengketa Pajak

2 Banding dan Gugatan

3 Susunan Badan Peradilan Pajak

4 Hukum Acara

5 Pembuktian

6 Pelaksanaan putusan, dll.

Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa antara lain mengatur mengenai: (Erly Suandy:2002)

1 Penagihan pajak

2 Juru sita pajak

3 Penagihan seketika dan sekaligus

4 Surat paksa

5 Penyitaany

6 Lelang

7 Pencegahan dan penyanderaan

8 Gugatan,dll

5. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tatanan Hukum Nasional

Kedudukan dan hubungan hukum pajak dalam tatanan hukum nasional dapat dijelaskan dalam bagan 1 berikut:


Dalam bagan tersebut dijelaskan bahwa hukum dibagi menjadi 2 yaitu hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang pribadi yang satu dengan yang lain. Sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan rakyatnya. Menurut R. Santoso Brotodiharjo yang termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum administrasi (tata usaha), hukum pajak, dan hukum pidana. Meskipun demikian tidak berarti hukum pajak dapat berdiri sendiri terlepas dari hukum pajak lainnya (Seperti hukum pidana dan hukum perdata). Oleh karena itu berikut ini akan disajikan hubungan hukum pajak dengan hukum pidana dan hukum perdata.

5.1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata

Hukum perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi, dengan hukum pajak banyak sekali sangkut pautnya. Hal ini karena dalam relasinya hukum pajak banyak mencari dasar kemungkinan pemunggutannya atas kejadian-kejadian dan perbuatan hukum yang bergerak dalam bidang perdata, seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan sebagainya. Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata besar pula sebagai akibat dari ketentuan bahwa lex specialis derogate lex generalis, yang berarti dalam suatu penafsiran tentang suatu kejadian pertama-tama akan didahulukan peraturan khusus, kemudian baru melihat peraturan yang umum.

5.2 Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana

Hukum pidana yang merupakan bagian dari hukum publik yang merupakan hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah, yang berkaitan dengan masalah tindak pidana. Contoh termudah menyebutkan adanya sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan di bidang perpajakan. Misalnya terhadap wajib pajak yang memindahtangankan atau merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya akan diancam pasal 23 KUH Pidana.

Hukum Pajak yang merupakan bagian dari hukum publik, khususnya termasuk lingkungan Hukum administrasi (negara). Hukum Administrasi adalah Hukum yang mengatur mengenai Pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakni Administrasi Negara

  1. Perlawanan terhadap pajak

Perlawanan tehadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian:

1. Perlawanan Pasif

Hal ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Contoh: kebiasaan masyarakat desa`yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan emas bukanlah menghindari Pajak Penghasilan dari bunga tetapi karena belum terbiasa dengan perbankan.

Perlawanan pasif dapat disebabkan antar lain:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan Aktif

Hal ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar.

Perlawanan ini dibagi menjadi:

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Adalah suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal, seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

b. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Adalah pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan, seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan data. Dengan demikian dapat dikenai sanksi pidana.

c. Melalaikan Pajak

Hal ini dilakukan dengan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban formal yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak. Wajib Pajak yang diserahi tanggung jawab untuk secara aktif mengambil dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) berkait dengan penerapan sistem self assesment, tidak melakukan kewajiban tersebut sehinggan pajak menjadi tidak dapat dipungut sebagaiman mestinya. Hal itu dapat juga terjadi dengan tidak dibayarnya pajak yang terutang.

Perlawanan tehadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian:

3. Perlawanan Pasif

Hal ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Contoh: kebiasaan masyarakat desa`yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan emas bukanlah menghindari Pajak Penghasilan dari bunga tetapi karena belum terbiasa dengan perbankan.

Perlawanan pasif dapat disebabkan antar lain:

d. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

e. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.

f. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

4. Perlawanan Aktif

Hal ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar.

Perlawanan ini dibagi menjadi:

d. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Adalah suatu usaha pengurangan secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal, seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

e. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Adalah pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan, seperti memberikan data-data palsu atau menyembunyikan data. Dengan demikian dapat dikenai sanksi pidana.

f. Melalaikan Pajak

Hal ini dilakukan dengan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban formal yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak. Wajib Pajak yang diserahi tanggung jawab untuk secara aktif mengambil dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) berkait dengan penerapan sistem self assesment, tidak melakukan kewajiban tersebut sehinggan pajak menjadi tidak dapat dipungut sebagaiman mestinya. Hal itu dapat juga terjadi dengan tidak dibayarnya pajak yang terutang.

7 komentar:

  1. .ada gak perundang-undangan yg mengatur hukum materil dlm skala nasional dgn perubahan terakhir ?

    BalasHapus
  2. klo hukum pajak subjektif,it sprti ap?????????

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah,,makasih artikelnya bisa bantu buat ngerjain tugas peng.pajak...thankz gan

    BalasHapus
  4. Postingnya bagus, membantu saya banget ngerjain tugas. Hehe.

    BalasHapus