DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Terdapat beberapa teori yang
menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk
memungut pajak:
1) Teori Asuransi
Negara melindungi keselamtan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2) Teori Kepentingan
Pembagian pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap negara makin tinggi pajk
yang harus dibayar.
3) Teori Daya pikul
Beban pajk untuk semua orang harus sama besarnya artinya
pajak harus sesuai daya pikul masing-masing orang. Hal ini dilakukan melalui 2
pendekatan:
·
Unsur Obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
·
Unsur Subyektif, degan memperhatikan besarnay kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.
4) Teori Bakti
Dasar keadilan pajak terdapat pada hubungan rakyat kepada
negaranya. Sebagai warga negar yang berbakti rakyat harus selalu menyadari
bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5) Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terdapat pada akibat pemungutan pajaknya.
Maksudnya pemungutan pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalm bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan.
YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK
Yurisdiksi pemungutan pajak adalah salah
satu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada tempat tinggal atau berdasarkan
kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana sumber diperoleh.
Yurisdiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh
suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya
tidak menjadi berulang- ulang yang bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak.
Di Indonesia yurisdiksi pemungutan pajak ini dituangkan dalam Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP). KUP mencakup beberapa hal diataranya adalah istilah dan
terminologi perpajakan, teknis dan tata laksana pemungutan pajak, dan beberapa
pengecualian dalam bidang perpajakan.
Dalam bagian istilah dan terminologi
perpajakan ini, difokuskan mengenai siapa yang dikenakan pajak. Dalam penentuan
hal ini, maka sangat diperlukan pemahaman tentang asas pemungutan pajak. Asas
pemungutan pajak ini menjawab atas permasalahan siapa? Pemerintah negara mana
yang berwenang memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Daalm hal
ini pembicaraan menyangkut yurisdiksi dari suatu negara, berhadapan dengan
negara lain. Terhadap permasalahan tersebut ada beberapa jawaban sebagai
berikut:
1. Asas negara tempat tinggal (domisili)
Negara
berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari
luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
2. Asas sumber
Negara
berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3. Asas kebangsaan
Pengenaan
pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara , misalnya pajak bangsa asing
di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia
yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar
negeri.
Undang – undang
pajak pengahasilan Indonesia menganut ketiga asas di atas. Khusus terhadap asas
tempat tinggal undang- undang pajak penghasilan (UU 17/2000) menegaskan adanya
batasan waktu untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Keberadaan lebih dari 183 hari tidaklah
harus berturut- turut tetapi dapat dipahami yaitu bahwa terhadap setiap warga
negara Indonesia dimanapun berada akan dikenakan pajak oleh negara, demikian
halnya bila seseorang bukan warga negara Indonesia namun memperoleh penghasilan
dari Indonesia maka mempunyai untuk mengenakan pajak kepada setiap orang yang memperoleh
penghasilan dari sumber penghasilan tersebut berada.
PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam buku An Inquiry into the Nature and Causes of The
Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan
asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama four cannons atau The Four Maxims:
a. Equality (keadilan)
Pemungutan
pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan pada orang pribadi
yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran
pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.
b. Certainty (kepastian)
Penetapan
pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus
mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus
dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c. Convenience (kesesuaian
dengan kondisi wajib pajak)
Kapan
wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang
tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh
penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay
as You earn
d. Economy (ekonomis)
Secara
ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib
pajak digarapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib
pajak.
Dalam bukunya Nick Devas at
al, financing local government in Indonesia dengan menyebutkan istilah “the
four canons” – yang dikaitkan dengan kepentingan pemerintah daerah –
menyebutkan adanya empat prinsip plus satu :
a.
hasil (yield)
b.
keadialan equity
c.
daya guna economic eficiency
d.
kemampuan melaksanakan ability to implayment
e. kecocokan sebagai sumber penerimaan
suite ability as a local revenue source
SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Agar tidak menimbulkan hambatan dan
perlawanan maka syarat pemungutan pajak:
1. Pemungutan pajak harus adil
(Syarat keadilan)
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak
secara umm dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan. Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis
pertimbangan pajak.
2. Pemungutan pajak harus
berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi warga negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian
(Syarat Ekonomis)
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus
efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan harus ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus
sederhana
Hal ini bermaksud untuk memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh
undang-undang yang baru.
Contoh:
·
Bea Materai
disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
·
Tarif PPN disederhanakan menjadi satu tarif saja yaitu 10%.
·
Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi
badan maupun perseorangan (orang pribadi)
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK ( stelsel )
Ø Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan
berdasarkan 3 stelsel:
- Stelsel Nyata (riel
stelsel)
Pengenaan pajak
didasrkan pada obyek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutan baru dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya
diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis,
sedangkan kelemahnnya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode yaitu
setelah penghasilan riil diketahui.
a. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehinnga pada
awal tahun sudah dapat ditentukan besarnay pajak yang terutang untuk tahun
pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun, sedangkan kelemahannya adalah pajk
yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
b. Stelsel Campuran
Stelsel
ini adalah kombinasi stelsel riil & stelsel anggapan. Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus
menambah kekurangannya dan sebaliknya.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
a. Official Assesment System
adalah
suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah:
1.Wewenang untuk
menetukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2.Wajib pajak bersifat pasif.
3.Utang pajak timbul setelah dikeluarkan
surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.
Self Assesment System
adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya adalah:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,
menyetor, dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang.
3. Mempertanggungjawabkan
jumlah pajak terutang
4.
Fiskus tidak ikut campur hanya mengawasi.
c. With Holding System
adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan
fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya adalah:
wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan wajib pajak.