Kamis, 20 Juni 2013

Pemungutan Pajak


DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak:
1)      Teori Asuransi
Negara melindungi keselamtan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2)      Teori Kepentingan
Pembagian pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara makin tinggi pajk  yang harus dibayar.
3)      Teori Daya pikul
Beban pajk untuk semua orang harus sama besarnya artinya pajak harus sesuai daya pikul masing-masing orang. Hal ini dilakukan melalui 2 pendekatan:
·         Unsur Obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
·      Unsur Subyektif, degan memperhatikan besarnay kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4)      Teori Bakti
Dasar keadilan pajak terdapat pada hubungan rakyat kepada negaranya. Sebagai warga negar yang berbakti rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5)      Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terdapat pada akibat pemungutan pajaknya. Maksudnya pemungutan pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalm bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK                 
Yurisdiksi pemungutan pajak adalah salah satu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada tempat tinggal atau berdasarkan kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana sumber diperoleh. Yurisdiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi berulang- ulang yang bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak. Di Indonesia yurisdiksi pemungutan pajak ini dituangkan dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). KUP mencakup beberapa hal diataranya adalah istilah dan terminologi perpajakan, teknis dan tata laksana pemungutan pajak, dan beberapa pengecualian dalam bidang perpajakan.
Dalam bagian istilah dan terminologi perpajakan ini, difokuskan mengenai siapa yang dikenakan pajak. Dalam penentuan hal ini, maka sangat diperlukan pemahaman tentang asas pemungutan pajak. Asas pemungutan pajak ini menjawab atas permasalahan siapa? Pemerintah negara mana yang berwenang memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Daalm hal ini pembicaraan menyangkut yurisdiksi dari suatu negara, berhadapan dengan negara lain. Terhadap permasalahan tersebut ada beberapa jawaban sebagai berikut:
1.   Asas negara tempat tinggal (domisili)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
2.   Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3.   Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara , misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
Undang – undang pajak pengahasilan Indonesia menganut ketiga asas di atas. Khusus terhadap asas tempat tinggal undang- undang pajak penghasilan (UU 17/2000) menegaskan adanya batasan waktu untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Keberadaan lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut- turut tetapi dapat dipahami yaitu bahwa terhadap setiap warga negara Indonesia dimanapun berada akan dikenakan pajak oleh negara, demikian halnya bila seseorang bukan warga negara Indonesia namun memperoleh penghasilan dari Indonesia maka mempunyai untuk mengenakan pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari sumber penghasilan tersebut berada.

PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam buku An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama four cannons atau  The Four Maxims:
a.       Equality (keadilan)
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.
b.      Certainty (kepastian)
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c.       Convenience (kesesuaian dengan kondisi wajib pajak)
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as You earn
d.      Economy (ekonomis)
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak digarapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
Dalam bukunya Nick Devas at al, financing local government in Indonesia dengan menyebutkan istilah “the four canons” – yang dikaitkan dengan kepentingan pemerintah daerah – menyebutkan adanya empat prinsip plus satu :
                  a. hasil (yield)
                  b. keadialan equity
                  c. daya guna economic eficiency
                  d. kemampuan melaksanakan ability to implayment
      e. kecocokan sebagai sumber penerimaan suite ability as a local revenue source

SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Agar tidak menimbulkan hambatan dan perlawanan maka syarat pemungutan pajak:
1.      Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan)
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umm dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.
2.      Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini  memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi warga negara maupun warganya.
3.      Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.      Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.      Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Hal ini bermaksud untuk memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang yang baru.
            Contoh:          
·         Bea  Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
·         Tarif PPN disederhanakan menjadi satu tarif saja yaitu 10%.
·         Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi)

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK ( stelsel )
Ø  Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
  1. Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasrkan pada obyek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahnnya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode yaitu setelah penghasilan riil diketahui.
a.       Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehinnga pada awal tahun sudah dapat ditentukan besarnay pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun, sedangkan kelemahannya adalah pajk yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
b.      Stelsel Campuran
Stelsel ini adalah kombinasi stelsel riil & stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus menambah kekurangannya dan sebaliknya.

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
a.  Official Assesment System
adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah:
     1.Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
     2.Wajib pajak bersifat pasif.
     3.Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assesment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
     Ciri-cirinya adalah:
                     1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
                     2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan  sendiri pajak yang terutang.
                     3. Mempertanggungjawabkan jumlah pajak terutang
                     4. Fiskus tidak ikut campur hanya mengawasi.
c.  With Holding System
    adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
    Ciri-cirinya adalah: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.